OPINI HUKUM DI INDONESIA
Nama :Muhammad yusrizal
Npm : 24110840
Kelas : 4kb06
HUKUM DI INDONESIA
Penegakkan
hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi masyarakat
di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama
diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana
memandang dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan
keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam
sistem pendidikan hukum di Indonesia.
Hal
ini menimbulkan akibat-akibat yang serius dalam kontek penegakkan
hukum. Para hakim yang notabene merupakan produk dari sekolah-sekolah
hukum yang bertebaran di Indonesia tidak lagi mampu menangkap inti dari
semua permasalahan hukum dan hanya melihat dari sisi formalitas hukum.
Sehingga tujuan hukum yang sesungguhnya malah tidak tercapai.
Sebagai
contoh, seluruh mahasiswa hukum atau ahli-ahli hukum mempunyai
pengetahuan dengan baik bahwa kebenaran materil, kebenaran yang dicapai
berdasarkan kesaksian-kesaksian, adalah hal yang ingin dicapai dalam
sistem peradilan pidana. Namun, kebanyakan dari mereka gagal memahami
bahwa tujuan diperolehnya kebenaran materil sesungguhnya hanya dapat
dicapai apabila seluruh proses pidana berjalan dengan di atas rel hukum.
Namun pada kenyataannya proses ini sering diabaikan oleh para hakim
ketika mulai mengadili suatu perkara. Penangkapan yang tidak sah,
penahanan yang sewenang-wenang, dan proses penyitaan yang dilakukan
secara melawan hukum telah menjadi urat nadi dari sistem peradilan
pidana. Hal ini terutama dialami oleh kelompok masyarakat miskin. Itulah
kenapa, meski dijamin dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya, prinsip persamaan di muka hukum gagal dalam pelaksanaannya.
Kebenaran
formil, kebenaran yang berdasarkan bukti-bukti surat, adalah kebenaran
yang ingin dicapai dalam proses persidangan perdata. Namun, tujuan ini
tentunya tidak hanya melihat keabsahan dari suatu perjanjian, tetapi
juga harus dilihat bagaimana keabsahan tersebut dicapai dengan kata lain
proses pembuatan perjanjian justru menjadi titik penting dalam
merumuskan apa yang dimaksud dengan kebenaran formil tersebut. Namun,
pengadilan ternyata hanya melihat apakah dari sisi hukum surat-surat
tersebut mempunyai kekuatan berlaku yang sempurna dan tidak melihat
bagaimana proses tersebut terjadi.
Persoalan
diatas makin kompleks, ketika aparat penegak hukum (hakim, jaksa,
polisi, advokat) juga mudah atau dimudahkan untuk melakukan berbagai
tindakan tercela dan sekaligus juga melawan hukum. Suatu tindakan yang
terkadang dilatarbelakangi salah satunya oleh alasan rendahnya
kesejahteraan dari para aparat penegak hukum tersebut (kecuali mungin
advokat). Namun memberikan gaji yang tinggi juga tidak menjadi jaminan
bahwa aparat penegak hukum tersebut tidak lagi melakukakn tindakan
tercela dan melawan hukum, karena praktek-praktek melawan hukum telah
menjadi bagian hidup setidak merupakan pemandangan yang umum dilihat
sejak mereka duduk di bangku mahasiswa sebuah fakultas hukum.
Persoalannya
adalah bagaimana mengatasi ini semua, tentunya harus dimulai dari
pembenahan sistem pendidikan hukum di Indonesia yang harus juga diikuti
dengan penguatan kode etik profesi dan organisasi profesi bagi kelompok
advokat, pengaturan dan penguatan kode perilaku bagi hakim, jaksa, dan
polisi serta adanya sanksi yang tegas terhadap setiap terjadinya
tindakan tercela, adanya transparansi informasi hukum melalui
putusan-putusan pengadilan yang dapat diakses oleh masyarakat, dan
adanya kesejahteraan dan kondisi kerja yang baik bagi aparat penegak
hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar